Manusia dalam menjalankan aktivitas perekonomian, manusia memerlukan
suatu wadah sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas tersebut. Untuk
melakukan usaha, maka diperlukan adanya suatu badan usaha baik yang
merupakan badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Dalam peraturan
perundang-undangan di Indonesia, hanya perseroan terbatas (PT) dan
koperasi saja yang sudah diatur dalam suatu undang-undang. Bentuk
perusahan persekutuan lain seperti Maatschap, Firma dan CV masih
mendasarkan pengaturan pada KUH Perdata dan KUH Dagang. Selain itu,
adapula bentuk usaha perorangan yang banyak ditemui dalam praktek
seperti Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD) yang juga belum
mendapatkan tempat dalam tatanan peraturan perundang-undangan di
Indonesia dalam hal legalitas bentuk usaha. Perusahaan perorangan ini
hanya disebut keberadaannya pada beberapa undang-undang dan masih diatur
dalam suatu aturan yang setingkat menteri.
Jika kita memfokuskan pada usaha perorangan baik UD maupun PD, maka
bisa diasumsikan bahwa usaha tersebut merupakan usaha yang berskala
mikro. Hal ini sesuai dengan definisi tentang usaha mikro dalam
Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
(UU-UMKM) yaitu Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang
perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha
Mikro. Kriteria usaha mikro antara lain adalah memiliki kekayaan bersih
paling banyak 50 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat
usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak adalah 300
juta rupiah. Namun sayangnya, pada UU-UMKM ini tidak tersedia ketentuan
yang berkaitan dengan legalitas bentuk usaha, karena memang
undang-undang ini ditujukan untuk mendukung iklim perkembangan dan
pemberdayaan UMKM di Indonesia sebagai salah satu pendukung kekuatan
perekonomian di Indonesia.
Terkait dengan bentuk usaha, maka pada peraturan pelaksana UU-UMKM
yaitu melalui PP No. 17 Tahun 2013 disebutkan definisi menyangkut
tentang bentuk usaha mikro, yaitu : Izin Usaha adalah bukti tertulis
yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan sebagai bukti legalitas yang menyatakan sah
bahwa Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah telah memenuhi
persyaratan dan diperbolehkan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha
tertentu. Pernyataan tentang bukti legalitas dalam hal ini pastilah
terkait dengan legalitas pendirian usaha tersebut. Selanjutnya pada
Pasal 36 PP-UMKM disebutkan bahwa bukti legalitas yang diminta adalah
berupa : a) surat izin usaha; b) tanda bukti pendaftaran; c) tanda bukti
pendataan. Namun untuk usaha perorangan hanya diminta tanda bukti
pendaftaran dan tanda bukti pendataan saja. Tata cara perizinan yang
dimaksud tersebut disebutkan bahwa merupakan tata cara perizinan yang
diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya
dikembalikan lagi pada peraturan yang mengatur tentang legalitas
pendirian badan usaha skala mikro atau usaha perorangan.
Dalam Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan membedakan antara
perusahaan dengan pengusaha. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang
menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus
dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara
Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba.
Sedangkan pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan
atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Kewajiban
untuk melakukan pendaftaran dibebankan ada setiap perusahaan. Sedangkan
definisi perusahaan itu sendiri tidak menjelaskan apakah perusahaan
perorangan ataukah persekutuan. Namun demikian bisa dilihat dalam Pasal 8
bahwa yang wajib melakukan pendaftaran adalah : badan hukum (termasuk
koperasi), persekutuan, perorangan, dan perusahaan lain. Undang-undang
ini memisahkan antara yang dimaksud dengan Perusahaan Perorangan dengan
Perusahaan Kecil Perorangan. Pada pasal 6 ayat (1) b disebutkan bahwa :
Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi
pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya
sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak
merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan. Artinya bahwa wajib
daftar perusahaan tidak mewajibkan perusahaan kecil perorangan dalam
pengertian tersebut.
Mengenai pentingnya dasar legalitas bentuk usaha perorangan ini,
barangkali bisa ditelaah dari peran usaha perorangan (mikro) dalam
perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data pada Kemenperin tahun 2014
diketahui bahwa jumlah perusahaan industri di Indonesia untuk skala
mikro tercatat sebanyak 3.220.563. Dalam data yang dirilis oleh Bank
Indonesia tentang Profil Usaha Kecil, Menengah tahun 2015 menyebutkan
bahwa tahun pada tahun 2012 jumlah unit usaha mikro di Indonesia
menempati angka 38,81 % hampir sama jumlahnya dengan usaha besar yaitu
sejumlah 40,92 %. Sedangkan sumbangan UMKM terhadap PDB Nasional
tercatat yaitu Rp. 4.869,5 triliun pada tahun 2012.
Data tersebut di atas menunjukkan bahwa sektor usaha mikro merupakan
sektor yang potensial dalam memberikan sumbangan bagi perekonomian di
Indonesia. Ketersediaan legalitas bagi bentuk usaha mikro (maupun bagi
sebagian usaha menengah yang masih berbentuk usaha perseorangan)
seyogyanya ditujukan tidak untuk mempersulit pertumbuhan usaha mikro itu
sendiri, mengingat pada kenyataannya para pelaku usaha mikro masih
tertatih-tatih dalam mengembangkan usahanya. Legalitas usaha ini juga
sangat diperlukan bagi ketersediaan data yang memadai bagi pemerintah
untuk mendeteksi secara terukur sejauh mana perkembangan usaha yang
terjadi di Indonesia. Juga untuk memberikan perlindungan yang pasti bagi
konsumen yang mengkonsumsi hasil produk dari UMKM khususnya usaha
mikro.
http://business-law.binus.ac.id/2016/10/16/pentingnya-legalitas-bentuk-usaha-perorangan/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar