Kamis, 27 Oktober 2016

Belum Ada Legalitas Kemenkumham UN-Swissindo Dilarang Gelar Kegiatan

Organisasi UN-Swissindo dinyatakan dilarang menggelar kegiatan apapun di wilayah Kabupaten Sragen. Larangan itu menyusul kegiatan sosialisasi program pembebasan utang seluruh rakyat, TNI/Polri oleh sejumlah pengurus dan pimpinan UN-Swissindo di Sragen, Rabu (5/10), yang diketahui belum berizin.

Kapolres Sragen AKBP Cahyo Widiarso mengungkapkan, pihaknya sudah mengingatkan kepada pengurus atau pihak UN-Swissindo agar tidak melakukan kegiatan pengumpulan orang sebelum ada izin. Imbauan itu dilontarkan menyusul hasil pemeriksaan terhadap Sulistyo Budi (47), warga Jalan Slamet Riyadi, Gang Sindoro, Bawen, Semarang, yang mengklaim sebagai Pimpinan Perwakilan Legal UN-Swissindo Wilayah Jateng, dan diketahui bahwa organisasi itu memang belum pernah mengajukan izin kegiatan di Polres. Karenanya, sepanjang belum ada izin atau legalitas organisasinya, UN-Swissindo tidak akan diizinkan untuk menggelar kegiatan di Sragen.

“Makanya kami sampaikan sebelum ada kegiatan, harus ngurus izin dahulu. Kalau tidak ada izinnya, tidak boleh melakukan kegiatan pengumpulan orang. Karena kegiatan mengumpulkan orang itu ada data hukum, ada aturan yang harus dipenuhi,” ungkapnya, Kamis (6/10).

Sementara, setelah sempat diamankan dan diinterogasi Rabu, Sulistyo Budi akhirnya dilepas sekitar pukul 14.30 WIB hari itu juga. Pelepasan juga disertai dengan pembatalan rencana deklarasi
kepengurusan UN-Swissindo Sragen yang sedianya dihelat kemarin di Gedung Kartini.

Kapolres juga mengimbau kepada masyarakat Sragen agar tidak mudah tergiur bujuk rayu oleh janji-janji dari organisasi atau pihak apapun yang menawarkan pelunasan utang. Jika ada ajakan seperti itu, ia berharap harus dicermati, dicek dulu orangnya dan kebenaran programnya agar tidak sampai dirugikan.

“Sampai hari ini (kemarin) belum ada yang lapor menjadi korban. Tapi kita terus pantau sejauh mana pergerakannya. Yang jelas untuk kegiatan, sepanjang belum ada izin tetap tidak diperbolehkan,” tambahnya.

Terpisah, Kabid Antar Lembaga Kesbangpolinmas Sragen Sugeng Priyono mewakili Kepala Kesbangpolinmas, Giyadi juga menegaskan, sejauh ini Kesbangpolinmas belum pernah menerima pengajuan izin organisasi UN-Swissindo. Selain itu, UN-Swissindo juga diketahui belum memiliki surat terdaftar dari Kemenkumham yang menunjukkan apakah organisasi tersebut sebagai ormas, LSM, atau lainnya. “Belum pernah mengajukan izin ke kami,” jelasnya.

http://dok.joglosemar.co/baca/2016/10/07/belum-ada-legalitas-kemenkumham-un-swissindo-dilarang-gelar-kegiatan.html

PENTINGNYA LEGALITAS BENTUK USAHA PERORANGAN

Manusia dalam menjalankan aktivitas perekonomian, manusia memerlukan suatu wadah sebagai tempat untuk menjalankan aktivitas tersebut. Untuk melakukan usaha, maka diperlukan adanya suatu badan usaha baik yang merupakan badan hukum maupun yang bukan badan hukum. Dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia, hanya perseroan terbatas (PT) dan koperasi saja yang sudah diatur dalam suatu undang-undang. Bentuk perusahan persekutuan lain seperti Maatschap, Firma dan CV masih mendasarkan pengaturan pada KUH Perdata dan KUH Dagang. Selain  itu, adapula bentuk usaha perorangan yang banyak ditemui dalam praktek seperti Usaha Dagang (UD) atau Perusahaan Dagang (PD) yang juga belum mendapatkan tempat dalam tatanan peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam hal legalitas bentuk usaha. Perusahaan perorangan ini hanya disebut keberadaannya pada beberapa undang-undang dan masih diatur dalam suatu aturan yang setingkat menteri.

Jika kita memfokuskan pada usaha perorangan baik UD maupun PD, maka bisa diasumsikan bahwa usaha tersebut merupakan usaha yang berskala mikro. Hal ini sesuai dengan definisi tentang usaha mikro dalam Undang-Undang No. 20 Tahun 2008 tentang Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UU-UMKM) yaitu Usaha Mikro adalah usaha produktif milik orang perorangan dan/atau badan usaha perorangan yang memenuhi kriteria Usaha Mikro. Kriteria usaha mikro antara lain adalah memiliki kekayaan bersih paling banyak 50 juta rupiah (tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha) atau memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak adalah 300 juta rupiah. Namun sayangnya, pada UU-UMKM ini tidak tersedia ketentuan yang berkaitan dengan legalitas bentuk usaha, karena memang undang-undang ini ditujukan untuk mendukung iklim perkembangan dan pemberdayaan UMKM di Indonesia sebagai salah satu pendukung kekuatan perekonomian di Indonesia.

Terkait dengan bentuk usaha, maka pada peraturan pelaksana UU-UMKM yaitu melalui PP No. 17 Tahun 2013 disebutkan definisi menyangkut tentang bentuk usaha mikro, yaitu : Izin Usaha adalah bukti tertulis yang diberikan oleh Pejabat yang berwenang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan sebagai bukti legalitas yang menyatakan sah bahwa Usaha Mikro, Usaha Kecil, dan Usaha Menengah telah memenuhi persyaratan dan diperbolehkan untuk menjalankan suatu kegiatan usaha tertentu. Pernyataan tentang bukti legalitas dalam hal ini pastilah terkait dengan legalitas pendirian usaha tersebut. Selanjutnya pada Pasal 36 PP-UMKM disebutkan bahwa bukti legalitas yang diminta adalah berupa : a) surat izin usaha; b) tanda bukti pendaftaran; c) tanda bukti pendataan. Namun untuk usaha perorangan hanya diminta tanda bukti pendaftaran dan tanda bukti pendataan saja. Tata cara perizinan yang dimaksud tersebut disebutkan bahwa merupakan tata cara perizinan yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan. Artinya dikembalikan lagi pada peraturan yang mengatur tentang legalitas pendirian badan usaha skala mikro atau usaha perorangan.

Dalam Undang-Undang tentang Wajib Daftar Perusahaan membedakan antara perusahaan dengan pengusaha. Perusahaan adalah setiap bentuk usaha yang menjalankan setiap jenis usaha yang bersifat tetap dan terus menerus dan yang didirikan, bekerja serta berkedudukan dalam wilayah Negara Republik Indonesia, untuk tujuan memperoleh keuntungan dan atau laba. Sedangkan pengusaha adalah setiap orang perseorangan atau persekutuan atau badan hukum yang menjalankan sesuatu jenis perusahaan. Kewajiban untuk melakukan pendaftaran dibebankan ada setiap perusahaan. Sedangkan definisi perusahaan itu sendiri tidak menjelaskan apakah perusahaan perorangan ataukah persekutuan. Namun demikian bisa dilihat dalam Pasal 8 bahwa yang wajib melakukan pendaftaran adalah : badan hukum (termasuk koperasi), persekutuan, perorangan, dan perusahaan lain. Undang-undang ini memisahkan antara yang dimaksud dengan Perusahaan Perorangan dengan Perusahaan Kecil Perorangan. Pada pasal 6 ayat (1) b disebutkan bahwa : Setiap Perusahaan Kecil Perorangan yang dijalankan oleh pribadi pengusahanya sendiri atau dengan mempekerjakan hanya anggota keluarganya sendiri yang terdekat serta tidak memerlukan izin usaha dan tidak merupakan suatu badan hukum atau suatu persekutuan. Artinya bahwa wajib daftar perusahaan tidak mewajibkan perusahaan kecil perorangan dalam pengertian tersebut.

Mengenai pentingnya dasar legalitas bentuk usaha perorangan ini, barangkali bisa ditelaah dari peran usaha perorangan (mikro) dalam perekonomian di Indonesia. Berdasarkan data pada Kemenperin tahun 2014 diketahui bahwa jumlah perusahaan industri di Indonesia untuk skala mikro tercatat sebanyak 3.220.563.  Dalam data yang dirilis oleh Bank Indonesia tentang Profil Usaha Kecil, Menengah tahun 2015 menyebutkan bahwa tahun pada tahun 2012 jumlah unit usaha mikro di Indonesia menempati angka 38,81 % hampir sama jumlahnya dengan usaha besar yaitu sejumlah 40,92 %. Sedangkan sumbangan UMKM terhadap PDB Nasional tercatat yaitu Rp. 4.869,5 triliun pada tahun 2012.

Data tersebut di atas menunjukkan bahwa sektor usaha mikro merupakan sektor yang potensial dalam memberikan sumbangan bagi perekonomian di Indonesia. Ketersediaan legalitas bagi bentuk usaha mikro (maupun bagi sebagian usaha menengah yang masih berbentuk usaha perseorangan) seyogyanya ditujukan tidak untuk mempersulit pertumbuhan usaha mikro itu sendiri, mengingat pada kenyataannya para pelaku usaha mikro masih tertatih-tatih dalam mengembangkan usahanya. Legalitas usaha ini juga sangat diperlukan bagi ketersediaan data yang memadai bagi pemerintah untuk mendeteksi secara terukur sejauh mana perkembangan usaha yang terjadi di Indonesia. Juga untuk memberikan perlindungan yang pasti bagi konsumen yang mengkonsumsi hasil produk dari UMKM khususnya usaha mikro.
 
http://business-law.binus.ac.id/2016/10/16/pentingnya-legalitas-bentuk-usaha-perorangan/

Kamis, 13 Oktober 2016

Legalitas tidak ada Masih tetap diindikasi adanya Money Loundry Of Drugs dan Oknum didalamnya

Ketua Komisi A DPRD Medan Roby Barus mendesak Satlantas Medan agar tidak menerima sertifikat mengemudi dari Medan Safety Riding Centre (MSDC), untuk pengurusan surat izin mengemudi (SIM) di Satlantas. Pasalnya, biaya sertifikat MSDC dinilai sangat mahal dan memberatkan, dan MSDC juga melakukan sejumlah pelanggaran dan praktik monopoli.

Tentang, rekomendasi dari DPRD Medan tersebut tampaknya diabaikan pihak kepolisian. “Polisi sudah mengetahui izin, dan tata cara kerja MSDC tidak beres, kenapa sertifikatnya masih berlaku.? (omong doang, Red) Kasatnya,” kata Wakil Ketua Komisi A DPRD Medan, Andi Lumban Gaol saat rapat lanjutan bersama Kasatlantas Polrestabes Medan, Tengku Rizal Maulana di gedung dewan, Jumat (7/10).

Komisi A, lanjut Andi, akan terus berupa dan membantu masyarakat dan memberantas pembohongan yang telah dilakukan oleh MSDC serta pihak kepolisian. Keberadaan MSDC sebagai tempat pelatihan mengemudi yang mengeluarkan sertifikat untuk pengurusan SIM selama ini selalu dikeluhkan oleh masyarakat karena biaya yang dikeluarkan cukup besar.

“Masyarakat Kota Medan sangat keberatan, karena biayanya sangat tinggi. Parahnya, hingga kasus ini mencuat pihak MSDC tidak pernah mampu menunjukkan legalitas keberadaannya,” tegas Politisi PKPI itu.

Ketua Komisi A, Roby Barus mendesak agar Satlantas Polrestabes Medan tidak lagi memakai sertifikat MSDC untuk mendapatkan SIM. “Berdasarkan sidak yang uangnya, dilakukan, kami menemukan banyak yang janggal mengenai sekolah mengemudi itu, memang masyarakat Medan terbebani dengan biaya mengurus SIM, ya Satlantas lah juga harus ditekankan agar tidak lagi memakai MSDC,”sebut Politisi PDIP itu.

Berdasarkan hasil rapat dengan pihak MSDC beberapa waktu lalu, biro jasa yang telah beroperasi sejak 2011 itu tidak mampu menunjukkan legalitas berupa segala perizinan atas keberadaannya. Mereka hanya punya izin kursus, sama seperti tempat latihan mengemudi lainnya.”Atas dasar itu, Komisi A DPRD Medan mengindikasikan MSDC merupakan lembaga ilegal. Selain itu sebelum MSDC mampu menunjukkan legalitas yang dimiliki harus berhenti beroperasi sementara.dan kepada masyarakat juga dihimbau untuk tidak mengurus sertifikat ke MSDC,” tegasnya.

Permasalahan MSDC adalah masalah Hukum yang tidak bisa ditegakkan oleh Kepolisian itu sendiri, dan indikasinya Oknum dan Jajarannya juga ada Andil didalamnya, dengan meraup uang masyarakat dengan dalih yang lain lain, sudah terbukti tidak memiliki izin masih tetap jalan dan tidak diambil tindakan hukum dari Kepolisian itu sendiri ada apa dibalik semua itu, dan bisa diduga adanya praktek pencucian uang ?

http://radarbhayangkaraindonesia.com/legalitas-tidak-ada-masih-tetap-diindikasi-adanya-money-loundry-drugs-dan-oknum-didalamnya/

Semua E-Warong Dapat Izin Usaha Mikro Kecil

Kementerian Koperasi dan UKM dan Kementerian Sosial menandatangani kesepakatan kerjasama pemberian izin usaha mikro kecil (IUMK) kepada e-warong Kelompok Usaha Bersama – Program Keluarga Harapan (KUBE-PKH).

Kesepakatan ditandatangani oleh Deputi Restrukturisasi Usaha, Kemenkop UKM Yuana Setyowati dan Dirjen Fakir Miskin, Kemensos Andi ZA Dulung dihadapan Menteri Koperasi dan UKM Puspayoga dan Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa.
“Kesepakatan tentang KUBE selama ini sudah berjalan baik. Sekarang e-warong yang dimiliki oleh KUBE akan diberikan legalitas dalam bentuk IUMK,” ujar Yuana Setyowati, Senin (10/10/2016).

IUMK diberikan secara gratis kepada unit usaha mikro dan kecil oleh camat. IUMK menjadi salah satu program prioritas Kemenkop sehingga usaha mikro dan kecil mendapat legalitas sehingga bisa mendapatkan pembinaan dari Kemenkop sekaligus mendapat Kartu BRI untuk mengakses kredit.

Ketua Koperasi Masyarakat Indonesia Sejahtera (KMIS) Neddy Rafinaldi Halim, mengatakan IUMK dibutuhkan e-warong agar memiliki legalitas izin usaha dan dapat berkembang lebih baik. Saat ini, e-warong KUBE-PKH berjumlah 54 unit di 12 provinsi dan 24 kabupaten/kota.
"Kemensos menargetkan 300 e-warong akan berdiri pada 2016 dan 3.000 unit pada 2017," kata Neddy Rafinaldi Halim.

E-warong merupakan program penyaluran bantuan sosial kepada masyarakat kurang mampu secara non tunai dengan sasaran 6 juta KK. Dengan sistem penyaluran non tunai mencegah distribusi bansos yang tidak tepat waktu dan tepat sasaran.

Melalui e-warong masyarakat kurang mampu dapat berbelanja empat kebutuhan pokok bersubsidi menggunakan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), yaitu beras, minyak goreng, terigu dan gula. Selain itu, di e-warong juga menyediakan gas elpiji 3 kg, pupuk dan produk subsidi lainnya.

Program e-warong menggandeng empat bank pemerintah, yaitu BNI, Bank Mandiri, BRI dan BTN sebagai penyedia sistem belanja non tunai bagi penerima bansos. Sementara Bulog sebagai penyedia kebutuhan pokok yang dijual di e-warong.

http://www.tribunnews.com/bisnis/2016/10/10/semua-e-warong-dapat-izin-usaha-mikro-kecil