Usaha yang dilakukan
Pemerintah Kabupaten Kuansing melakukan penilaian usaha perkebunan tahun 2016
ini tidak berjalan mulus.
Salah satu perusahaan
yakni PT Cerenti Subur anak perusahaan PT Duta Palma Nusantara (DPN) dinilai
telah melecehkan pemerintah daerah karena menolak untuk dilakukan penilaian
dengan alasan tidak ada yang bertanggungjawab terhadap perusahaan.
"Kita tidak dilayani saat
melakukan penilaian, padahal kita sudah sepakat melakukan penilaian terhadap
usaha perkebunan yang ada di Kuansing," ujar salah seorang petugas
penilaian usaha perkebunan dari Dinas perkebunan Kuansing, Andri Yama yang
ditemui, Kamis (1/12/2016) lalu.
Dikatakan Andri Yama,
mereka menolak untuk dilakukan penilaian tentunya sama dengan melecehkan
pemerintah. Padahal perusahaan perkebunan yang tidak mau melakukan penilaian,
dampak terburuknya izinnya bisa dicabut oleh pemerintah sehingga tidak bisa
beroperasi lagi.
"Ini adalah
dampak terburuk yang akan diterima perusahaan perkebunan," ujarnya.
Disampaikan Andri, pencabutan izin perusahaan perkebunan diatur dalam Permentan nomor 07 tahun 2009 tentang pedoman penilaian usaha perkebunan. Pada pasal 25 perusahaan yang tidak melakukan penilaian perkebunan akan diberi sanksi mulai administrasi, sampai pencabutan izin perusahaan perkebunan.
Apabila perusahaan perkebunan penilaiannya ditetapkan kelas V, maka diberi jangka waktu enam bulan untuk memperbaiki atau peringatan. "Seandainya tidak cukup maka sanksinya semua izin dicabut," tegasnya.
Sedikitnya ada delapan aspek penilaian terhadap perusahaan perkebunan, mulai dari tahap pembangunan seperti legalitas, sistem manajemen, sistem penyesuaian hak atas tanah, sistem realisasi pembangunan kebun dan atau unit pengolahan.
Serta sistem kepemilikan Sarpras dan sistem Gah dan Dal kebakaran, sistem penerapan AMDAL atau UKL dan UPL, sistem penumbuhan dan pemberdayaan masyarakat/koperasi setempat dan sistem pelaporan juga CSRnya.
Untuk penilaian tahap operasional mulai dari sistem legalitas, sistem manajemen, sistem kebun, sistem pengolahan hasil, sistem sosial, sistem ekonomi wilayah, sistem lingkungan dan sistem pelaporan.
Apabila tidak lolos dalam penilaian perkebunan, maka CPO yang dihasilkan perusahaan perkebunan tidak laku dijual dipasaran.
Disampaikan Andri, pencabutan izin perusahaan perkebunan diatur dalam Permentan nomor 07 tahun 2009 tentang pedoman penilaian usaha perkebunan. Pada pasal 25 perusahaan yang tidak melakukan penilaian perkebunan akan diberi sanksi mulai administrasi, sampai pencabutan izin perusahaan perkebunan.
Apabila perusahaan perkebunan penilaiannya ditetapkan kelas V, maka diberi jangka waktu enam bulan untuk memperbaiki atau peringatan. "Seandainya tidak cukup maka sanksinya semua izin dicabut," tegasnya.
Sedikitnya ada delapan aspek penilaian terhadap perusahaan perkebunan, mulai dari tahap pembangunan seperti legalitas, sistem manajemen, sistem penyesuaian hak atas tanah, sistem realisasi pembangunan kebun dan atau unit pengolahan.
Serta sistem kepemilikan Sarpras dan sistem Gah dan Dal kebakaran, sistem penerapan AMDAL atau UKL dan UPL, sistem penumbuhan dan pemberdayaan masyarakat/koperasi setempat dan sistem pelaporan juga CSRnya.
Untuk penilaian tahap operasional mulai dari sistem legalitas, sistem manajemen, sistem kebun, sistem pengolahan hasil, sistem sosial, sistem ekonomi wilayah, sistem lingkungan dan sistem pelaporan.
Apabila tidak lolos dalam penilaian perkebunan, maka CPO yang dihasilkan perusahaan perkebunan tidak laku dijual dipasaran.
http://harianriau.co/mobile/detailberita/6641/izin-pt-cerenti-subur-terancam-dicabut
Tidak ada komentar:
Posting Komentar